Selasa, 30 November 2010

Pengaturan secara rinci dan jelas mengenai jasa konstruksi dituangkan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (“UU Jasa Konstruksi”).

Jasa Konstruksi Secara Umum

Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Para pihak dalam suatu pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa dan penyedia jasa dapat merupakan orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan berbentuk badan hukum. Penyedia jasa konstruksi yang merupakan perseorangan hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil. Sedangkan pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan.
Pengikatan Suatu Pekerjaan Konstruksi
Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas, dan dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau penunjukkan langsung. Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan kesesuaian bidang, keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja, serta kinerja penyedia jasa. Badan-badan usaha yang dimilki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada pada kepengurusan yang sama tidak boleh mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi secara bersamaan. Berkenaan dengan tata cara pemilihan penyedia jasa ini, telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (“PP 29/2000”) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP 29/2000.

Kontrak Kerja Konstruksi

Pengaturan hubungan kerja konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing, maka dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Suatu kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai para pihak; rumusan pekerjaan; masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan; tenaga ahli; hak dan kewajiban para pihak; tata cara pembayaran; cidera janji; penyelesaian perselisihan; pemutusan kontrak kerja konstruksi; keadaan memaksa (force majeure); kegagalan bangunan; perlindungan pekerja; aspek lingkungan. Sehubungan dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.
Uraian mengenai rumusan pekerjaan meliputi lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan. Rincian lingkup kerja ini meliputi volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan; persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam mengadakan interaksi; persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh penyedia jasa; pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan masyarakat; laporan hasil pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis. Sedangkan, nilai pekerjaan yakni mencakup jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keseluruhan lingkup pekerjaan termasuk masa pemeliharaan.
contoh surat perjanjian kerja:



SURAT PERJANJIAN KERJA
Nomor : OO1/SPK022/X/09

T E N T A N G
PEKERJAAN PEMBANGUNAN PARTISI GESER RUANG RAPAT
PT.OSHIMO

ANTARA
PT. ARTDECO KREASI

DENGAN
CV. JAYA ABADI


Pada hari ini Selasa tanggal Dua Puluh Dua Bulan Oktober tahun Dua Ribu Sembilan kami yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama : MUKHSIN ANWAR
Jabatan : General Marketing
Mewakili : PT ARTDECO KREASI
Alamat : JL. Cipinang Muara - Jakarta

Yang selanjutnya dalam Surat Perjanjian Kerja ini disebut PIHAK PERTAMA.


2. Nama : ANDRIAN
Jabatan : General Manager
Mewakili : CV JAYA ABADI
Alamat : Jl. Jagakarsa II – Jakarta

Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatank ontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan stadion yang dimiliki oleh pihak kedua yang terletak di jl xxx no 13 Jakarta pusat.
Pihak pertama bersedia untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan yang pembiayaannya ditanggung oleh pihak kedua dengan ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal berikut ini :

Setelah itu akan dicantumkan pasal - pasal yang menjelaskan tentang tujuan kontrak,bentuk pekerjaan,sistem pekerjaan,sistem pembayaran,jangka waktu pengerjaan,sanksi-sanksi yang akan dikenakan apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran kontrak kerja,dsb.



Sanksi

Sanksi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran UU Jasa Konstruksi adalah berupa peringatan tertulis; penghentian sementara pekerjaan konstruksi; pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi; larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi (khusus bagi pengguna jasa); pembekuan izin usaha dan/atau profesi; dan pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Selain sanksi administratif tersebut, penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenakan denda paling banyak sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak atau pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Perburuhan adalah suatu kejadian dimana seseorang yg disebut buruh/pekerja/tenaga kerja bekerja pada orang lain yg disebut majikan dan mendapatkan upah dari majikan tsb dari hasil kerjanya itu.

Waktu Kerja
Buruh bekerja pada waktu-waktu tertentu dan berhak mendapatkan waktu istirahat,libur maupun cuti. Hal ini sudah dicantumkan dalam undang-undang no 13 tahun 2003 tentang perburuhan. Pasal-pasal yang menerangkan tentang waktu kerja adalah pasal 77,78 dan 79. Buruh bekerja maksimal selama 7 jam/hari atau 40 jam/minggu (dihitung 6 hari kerja dalam 1 minggu). Namun apabila dalam 1 minggu hanya 5 hari kerja maka dalam 1 hari maksimal waktu kerja buruh dapat mencapai 8 jam.
Buruh atau pekerja dapat dipekerjakan melebihi waktu-waktu seperti ketentuan di atas atau biasa disebut lembur dengan menerima upah lembur, namun harus memenuhi salah satu dari persyaratan di bawah ini :

* pekerja ybs menyetujui untuk bekerja melebihi waktu yg ditentukan,
* lembur maksimal 3 jam dalam 4 hari / 14 jam dalam 1 minggu.

Majikan/pengusaha wajib memberikan waktu istirahat/cuti pada pekerjanya. seorang pekerja dapat beristirahat selama setengah jam jika ia telah bekerja selama 4 jam,selain itu ada juga istirahat mingguan,cuti tahunan dn istirahat panjang.

Minggu, 31 Oktober 2010

hukum dan paranata

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN

Pranata pembangunan bidang arsitektur merupakan interaksi/hubungan antar individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan.
Pranata dibidang arsitektur dapat dikaji melalui pendekatan system, karena fenomena yang ada melibatkan banyak pihak dengan fungsi yang berbeda sehingga menciptakan anomali yang berbeda juga sesuai dengan kasus masing-masing.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, permasalahan dalam pembangunan menjadi semakin kompleks. Artinya ruang yang dibangun oleh manusia juga mengalami banyak masalah. Salah satu masalahnya adalah persoalan mekanisme/ikatan/pranata yang menjembatani antara fungsi satu dengan fungsi lainnya. Masalah kepranataan ini menjadi penting karena beberapa hal akan menyebabkan turunnya kualitas fisik, turunnya kualitas estetika, dan turunnya kuantitas ruang dan materinya, atau bahkan dalam satu bangunan akan terjadi penurunan kuantitas dan kualitas bangunan tetapi biaya tetap atau menjadi berlebihan.
Dalam penciptaan ruang bangunan dalam dunia profesi arsitek ada beberapa aktor yang terlibat dan berinteraksi, yaitu pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya. Keterkaitan antar aktor dalam proses kegiatan pelaksanaan pembangunan mengalami pasang surut persoalan, baik yang disebabkan oleh internal didalamnya atau eksternal dari luar dari ketiga fungsi tersebut. Gejala pasang surut dan aspek penyebabnya tersebut mengakibatkan rentannya hubungan sehingga mudah terjadi perselisihan, yang akibatnya merugikan dan/atau menurunkan kualitas hasil.
Pranata yang telah disahkan menjadi produk hukum dan merupakan satu kebijakan publik. Kebijakan publik itu sendiri merupakan pola keterganungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolekstif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak atau tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintahan.
Elemen kebijakan adalah peraturan perundang-undangan sebagai suatu kerangka legal formal yang memberikan arah bagi rencana tindak operasional bagi pihak-pihak terkait yang diatur oleh kebijakan tersebut. Peraturan perundang-undangan merupakan kesatuan perangkat hokum antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya memiliki hubungan keterikatan.
Ada lima tahapan untuk memahami proses kebijakan publik itu agar dapat berjalan sesuai dengan tujuannya, yaitu tahap agenda permasalahan, tahap formulasi kebijakan, tahap adopsi, tahap implementasi, dan tahap evaluasi. Kenyataan yang terjadi antara kebijakan yang dikeluarkan dengan hasil yang akan diharapkan terdapat penyimpangan, terdapat penyalahgunaan, dan terdapat inkonsistensi.



KUMPULAN PERATURAN-PERATURAN PEMBANGUNAN

Berikut ini merupakan kumpulan peraturan-peraturan Pemerintah yang terkait dengan Pembangunan, Perumahan dan Pemukiman, Perkotaan, Konstruksi, dan Tata Ruang :
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Undang-undang ini mengatur fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asa kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002
Peraturan Pemerintah ini merupakan aturan pelaksanaan dari UU No.28 Tahun 2002. Yang mana mengatur ketentuan pelaksanaan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
Peraturan Menteri ini adalah pedoman dan standar teknis yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005. Pedoman teknis ini dimaksudkan sebagai acuan yang diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung dalam rangka proses perizinan pelaksanaan dan pemanfaatan bangunan, serta pemeriksaan kelayakan fungsi bangunan gedung.
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-undang ini memuat hukum tata ruang yang berisi sekumpulan asas, pranata, kaidah hukum, yang mengatur hal ikhwal yang berkenaan dengan hak, kewajiban, tugas, wewenang pemerintah serta hak dan kewajiban masyarakat dalam upaya mewujudkan tata ruang yang terencana dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan dan pengelolaan bangunan, serta pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumber daya manusia yang ada, berdasarkan kesatuan wilayah nasional dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
5. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
6. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
7. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
9. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.
10. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
11. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
13. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
19. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.
20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
21. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
22. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
23. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
24. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
25. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
26. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa.
27. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem.
28. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanandan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
29. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
30. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
31. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
32. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
33. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang penataan ruang.
Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan; keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
d. keterbukaan;
e. kebersamaan dan kemitraan;
f. pelindungan kepentingan umum;
g. kepastian hukum dan keadilan; dan
h. akuntabilitas.


Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.



Menimbang:
a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila;
c. bahwa untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah;
d. bahwa keberadaan ruang yang terbatas danpemahaman masyarakat yang berkembang terhadappentingnya penataan ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan,efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
e. bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan;
f. bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang sehingga perlu diganti dengan undang-undang penataan ruang yang baru;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penataan Ruang;


5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
Undang-undang ini berisi tentang setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif, melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan. Rumah dapat dijadikan jaminan hutang. Rumah juga bisa dialih tangankan, diperjualbelikan, dihibahkan dan diwariskan.

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga;

2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan;

3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan;

4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam
berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang,
prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;

5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana
mestinya;

6. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan
budaya;

7. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan;

8. Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah
dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala
besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu
dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan
sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan
pelayanan prasrana dan sarana lingkungan, khusus untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta;
9. Lingkungan siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan
bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang telah
dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain
itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan
untuk membangun kaveling tanah matang;

10. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan
sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan,
penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan;

11. Konsolidasi tanah permukiman adalah upaya penataan kembali
penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat
pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan
siap bangun dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan
rencana tata ruang yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II,
khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas :
a. Manfaat
b. Adil dan merata
c. Kebersamaan dan kekeluargaan
d. Kepercayaan pada diri sendiri
e. Keterjangkuan, dan
f. Kelestarian lingkungan hidup

Penataan perumahan dan permukiman bertujuan Untuk :
a. memenuh ikebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar
manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan
rakyat;
b. memwujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
c. memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk
yang rasional;
d. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan
bidang-bidang lain.




Menimbang:
a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman yang
layak, schat, aman, scrasi, dan teratur merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam
peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta
kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa dalam rangka peningkatan harkat dan martabat, mutu
kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga Indonesia,
pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari
pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan
secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan;

c. bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan
permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu
diupayakan sehingga merupakan salu kesatuan fungsional dalam
wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya untuk
mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian
lingkungan hidup, dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia
Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

d. bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962
tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi
Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan keadaan, dan oleh karenanya dipandang perlu
untuk mengatur kembali ketentuan mengenai perumahan dan
permukiman dalam Undang-undang yang baru;

6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
Pembangunan rumah susun untuk BUMN atau Swasta yang bergerak pada usaha itu atau swadaya masyarakat pada dasarnya diperbolehkan, asal sesuai dengan ketentuan. Undang-undang ini mewajibkan adanya Perhimpunan Penghuni, anggotanya adalah seluruh penghuni. Rumah susun dengan hak kepengolaan, harus diurus dulu hak tersebut menjadi hak guna bangunan "sebelum" dijual persatua unit. Mengapa "sebelum" karena hak tersebut hanya boleh dimiliki oleh BUMN. Jadi kalau dijual harus diganti dahulu. Hak-hak tidak bisa dijual jadi diganti.
7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
8. Undang-Undang Perburuhan (Bidang Hubungan Kerja):
• Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh
• Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja
9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Pasal-pasal dalam undang-undang ini menjamin hak-hak atas tanah, mengandung sifat-sifat dapat dipertahankan terhadap gangguan dari siapapun. Sifat-sifat yang demikian itu merupakan jaminan aspek tanah atas keamanan bangunan yang dibangun atasnya. Macam-macam hak atas tanah untuk bangunan bergantung pada subjek hak dan jenis penggunaan tanahnya, jadi bukan karena memperhatikan luas tanahnya. Orang perorangan dapat memiliki hak milik atas tanah dan bangunan sepanjang batasan luas yang wajar untuk bangunan atau sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan pemerintah setempat.

Sumber :
http://arsitekturberkelanjutan.blogspot.com/feeds/posts/default?orderby=updated
http://budisud.blogspot.com/2008/04/pranata-pembangunan-bidang-arsitektur.html
http://arsitekturberkelanjutan.blogspot.com/2008/02/pengantar-kuliah-pranata-pembangunan.html
http://budisud.blogspot.com/2008/04/pranata-pembangunan-bidang-arsitektur.html

Minggu, 27 Juni 2010

arsitektur romawi








Jembatan Saluran Air (Aqiiaduct) dan Jembatan

Konstruksi pelengkung, betul-betul membuat perkembangan arsitektur berubah relatif cepat, dari kolom-balok atau Order-Ylinani, menjadi pelengkung sejak jaman Romawi. Berbagai bangunan tersebut di atas. menjadi bukti sejarah dari kecenderungan ini.



Dalam pengembangan wilayah jajahan Roma, konstruksi pelengkung sangat berperan terutama dalam membangun jembatan dan jembatan saluran air (aqueduct). Salah satu konstruksi luar biasa besarnya, dibangun pada Jaman Romawi adalah Pont du Grand di Nimes, Perancis (14 M), berupa konstruksi jembatan, bagian dari saluran air scpanjang 40 Km, mengalirkan air dari Uzes ke Nimes. Panjang aqueduct 268.83 M, membentang setinggi 47.24 M di alas permukaan sungai dan lembali.

Jembatan terdiri dari tiga tingkatan, masing-masing berbeda bentangan dan lebar pelengkung. Terbesar dan terlebar paling bawah bawah, menjadi tumpuan yang di atas. juga untuk jembatan kendaraan dan manusia. Pelengkung terlebar pada bagian ini. selebar sungai, yaitu 24.50 M, semuanya pada bagian ini ada 5 buah. Deretan pelengkung di atasnya ada 9 buah, masing-masing lebarnya berbeda, tergantung yang ada di bawahnya. paling lebar 24.50 M, terpendek 15.30 M. Yang teratas relatif jauh lebih kecil, semua lebarnya sama. sebanyak 36 buah.




129. 130.

Pont du Grand di Nimes. Perancis (14 M), lukisan mendusnrkan pada rekonstruksi (atas) dan foto dari bagian yang masih utuh (bawah).

Aqua Claudia di Roma (38 M), juga menjadi bukti sejarah dari peranan sistem konstruksi pelengkung dalam pengembangan wilayah, dalam hal ini berupa saluran air, panjang 72 Km. mengalirkan air dari Subiaco ke Roma. Sebagian saluran dalam konstruksi pelengkung berderet sepanjang 15.20 Km, tinggi rata-rata 30 M, 48 Km lainnya melintas pada lembah.



131.

Aqua Claudia di Roma (38 M).

Tiga jembatan masing-masing di-bangun tlalam kurun waklu dan ternpat berbeda yaitu Mulvius di Roma (109 SM.), Tiganus di Alcantara, Spanyol (105-106) dan Augustus di Rimini, juga mcnjadi btikti scjuruli dari peranan pelengkung dalam pengetnbangan wilayah Romavvi. Bentangan, lebar pe­lengkung dan ketinggian dari permukaan air masing-masing jembatan berbeda, semuanya hingga kini niasiii beiTungsi.







132. 133. 134.

Jembatan Mulvius, Roma (190 SM) (atas), Jembatan Tiganus, Alcantara, Spanyol (105-106 M) (tengah) dan Jembatan Augustus di Rimini, Itali (14-20 M).

Sistcm Konstruksi Pclengkung Romawi

Telah disebut di atas, bahwa pe-lengkung merupakan konstruksi yang khas, berpengaruh besar, bahkan sangat menentukan dalam arsitektur Romawi. Berbagai bangunan dikemukakan di depan mulai dari kuil, thermae hingga saluran air tidak dapat berdiri dengan kuat tanpa konstruksi pelengkung. Bahkan monumen-monumen khas Romawi bentuk yang dominan adalah pelengkung. Kekuatan dan keindahan pelengkung dibuktikan dengan berbagai arsitektur Romawi dibangun ada yang duaribu tahun lalu, saat ini masih berdiri.

Pelengkung merupakan sistem konstruksi dua dimensional, menyalurkan gaya merata ke dalam pelengkung. Bila di-kombinasikan menjadi sistem tiga dimensional atau ruang, maka menjadi kubah yang me­nyalurkan gaya secara merata pada setiap bagi-annya. Selanjutnya ditemukan pula konstruksi kubah dengan "pelengkung patah silang diagonal" atau vault rib sering pula disebut intersecting vault. Elemen Yunani kolom dan balok atau entablature, dalam arsitektur Romawi hanya menjadi dekorasi, dalam pintu, pintu gerbang, jendela dan tidak sedikit pula dalam jeiidela mati.

Sscara prlnsip, konstruksi pelengkung dan kubah tidak dapat berdiri tanpa perancah, yaitu semacam cetakan berupa konstruksi pendukung biasanya dari kayu, yang bila sudah kering dan kuat dilepas. Keuntungan atau kelebihan dari konstruksi pelengkung antara lain tidak diperlukan batu monolit yang besar, seperti pada konstruksi Order-Yunani. Dengan demikian, bentangan lebar tanpa kolom ditengah dapat berdiri dengan sistem kubah, yang tidak mungkin dapat dicapai dengan kolom dan balok.

135.

Sistem perancah dalam konstruksi pelengkung.


136.

Beton1 dari semen, namun tidak memakai tulangan, sudah dikenal dalam konstruksi Romawi, baik sebagai perekat maupun pengisi.


137.

Konstruksi pelengkung dan kubah dalam arsitektur Romawi. Legenda: A. Setengah kubah pada Thermae Agripa. B.Sudut dari sebuah pelengkung di Basilica Constantine. C. Setengah kubah pada Thermae Caracalla. D. Pelengkung pada central hall Thermae Caracalla. E Pelengkung patah silang pada Thermae Diocletian. F. Pelengkung pada Minerva Medica di Roma.

Beton bahart bangunan campuran semen, pasir dan kerikil diaduk dengan air, karena sifat kifhiawi menjadi keras setelah kering.

Selasa, 20 April 2010


SIRKULASI KE BANGUNAN

Sirkulasi ke bangunan adalah suatu jalan atau arah untuk mencapai beberapa bangunan, sirkulasi ini mengikat masing-masing dari bangunan tersebut. Sirkulasi terdiri dari beberapa unsur, yaitu pencapaian bangunan, jalan masuk kedalam bangunan, konfigurasi jalan, hubungan antara jalan dengan ruang dan bentuk ruang sirkulasi.

1. PENCAPAIAN KE BANGUNAN

Pencapaian ke bangunan “Ialah suatu perjalanan (pendekatan) menuju suatu bangunan melalui akses yang disediakan atau sudah ada.









2. PENCAPAIAN TERSAMAR

Pencapaian tersamar tidak menuju langsung ke bangunan. Jalur dapat diubah arahnya

satu atau beberapa kali untuk menghambat dan memperpanjang urutan.



















3. PENCAPAIAN BERPUTAR

Sebuah jalan berputar memperpanjang urutan pencapaian dan mempertegas bentuk tiga dimensi bangunan.
















JALAN MASUK KE DALAM BANGUNAN

1. PINTU MASUK YANG RATA

Pintu masuk sebidang dengan

dinding bangunan terdepan bagian luar










2. PINTU MASUK YANG MENJOROK KE LUAR

Pintu masuk lebih maju

dari dinding terdepan bangunan










3. PINTU YANG MENJOROK KE DALAM

Pintu masuk lebih mundur

Dibanding dengan dinding terdepan bangunan












SIRKULASI ANTAR RUANG

Sirkulasi menghubungkan ruang satu dengan ruang yang lainya. Sirkulasi dapat menggunakan ruang yang sudah ada, atau menggunakan ruang sirkulasi sendiri.Beberapa contoh sirkulasi penghubung ruang :





1. MELALUI RUANG – RUANG

Konfigurasi ruang dipertahankan

dan konfigurasi jalan luwes.

















2. MENEMBUS RUANG

Sirkulasi menembus sebuah ruang sebelum masuk ke ruang yang dituju.











3. BERAKHIR D ALAM RUANG

Lokasi ruang menentukan arah sirkulasi, hubungan ini digunakan untuk memasuki ruang secara fungsional atau ingin melambangkan ruang-ruang penting.
















BENTUK RUANG SIRKULASI

1. TERTUTUP


















2. TERBUKA PADA SALAH SATU SISINYA










3. TERBUKA PADA KEDUA SISINYA











KONFIGURASI JALAN

1. LINIER

Pola linear memiliki jalan lurus yang menjadi unsur utama dalam membentuk deretan ruang.














2. RADIAL

Pola radial memiliki jalan yang berkembang dari suatu pusat atau menuju pusat.


























3. SPIRAL ( BERPUTAR )


Pola spiral membentuk sebuah jalan berputar yang bergerak menjauhi pusat




















4. GRID

Pola ini terdiri dari beberapa jalan yang menghubungkan titik-titik terpadu dalam ruang

















5. JARINGAN

Suatu bangunan biasanya memiliki suatu kombinasi dari pola-pola diatas. Oleh karena itu maka dibentuk aturan urutan utama dalam sirkulasi tersebut agar tidak membingungkan.









Perubahan Bentuk

Perubahan bentuk adalah sebuah cara merubah sebuah bentuk dasar dengan cara penambahan, pengurang, dan manipulasi pada bagian/elemen suatu bentuk

1. Perubahan Dimensi

Yaitu perubahan terhadap dimensi sebuah bentuk tanpa menghilangkan identitas bentuk tersebut.











2. Perubahan Bentuk Dengan Penambahan

Yaitu penambahan unsur –unsur tertentu kapada suatu bentuk. Penambahan jumlah dan ukuran pada suatu bentuk dapat merubah indentitas bentuk tersebut atau sebaliknya.



















3. PERUBAHAN DENGAN PENGURANGAN

Suatu bentuk dapat diubah dengan mengurangi sebagian dari volumenya.

Bentuk-bentuk beraturan yang volumenya hilang sebagian, dapat mempertahankan identitas formalnya jika kita menganggapnya sebagai bentuk yang tidak lengkap. Kita menyebut bentuk-bentuk ini sebagai bentuk-bentuk yang dikurangi.



















4. Dasar Untuk Penggabungan Dua Bentuk Atau Lebih

· Gaya Tarik Ruang











· Hubungan Antar Sisi
















· Hubungan Antar Permukaan Bidang













· Ruang – Ruang Yang Saling Terkait





















PENGGABUNGAN ANTAR BENTUK

Dua atau lebih bentuk yang berbeda satu sama lain saling menembus masing – masing dan bersaing untuk mendapatkan dominasi secara visual.

1. Bentuk – bentuk dari penggabungan antar bentuk

· Salah satu bentuk atau kedua bentuk dapat menerima bentuk lain secara keseluruhan











· Kedua Bentuk Dapat Mempertahankan Identitas



















· Dua Bentuk Yang Dipisah Oleh Unsur Ketiga Yang Memiliki Bentuk Sama Dengan Salah satu Bentuk




















2. Bentuk – bentuk Yang Berbeda Dalam Geometri Mungkin Tergabung Dalam Suatu Organisasi Tunggal Untuk Beberapa Alasan

· Untuk Menampung Kebutuhan – Kebutuhan Yang Berbeda Dari Ruang Interior Dan Bentuk Eksterior.










· Untuk Menujukan Kepentingan Fungsional










· Untuk Menciptakan Suatu Bentuk Komposit Yang Menggabungkan Geometri – Geometri Kontras Kepada Organisasi Terpusatnya
















· Untuk Mengarahkan Suatu Ruangan















· Untuk Membentuk Volume Ruang Jelas




















· Untuk Menunjukan Dan Menegaskan Bermacam Sistem Konstruksi










ORGANISASI RUANG

1. Organisasi Terpusat (Central Lized)

Organisasi terpusat terdiri dari ruang-ruang sekunder yang mengelilingi suatu ruang dominan yang ada di pusatnya. Organisasi ini adalah organisasi yang stabil. Ruang dominan yang ada di pusat biasanya memiliki bentuk geometri yang teratur dan besar untuk mengumpulkan ruang-ruang sekunder yang ada di sekitarnya.












2. Organisasi Linear

Organisasi terdiri dari ruang-ruang yang berderetan. Ruang-ruang tersebut dapat langsung berhubungan atau dihubungkan dengan ruang-ruang linear

yang terpisah. Ruang-ruang yang penting dapat diletakan dimanapun dalam deretan ruang-ruang tersebut.
















3. Organisasi Radial

Organisasi radial adalah organisasi ruang yang menggabungkan organisasi terpusat dan organisasi linear. Organisasi ini terdiri dari ruang yang dominan dan sejumlah organisasi linear yang berkembang dari ruang tersebut atau mengikuti arah jari-jari dari ruanmg dominan.









4. Organisasi Grid

Organisasi ini terbentuk dari ruang-ruang atau bentuk-bentuk yang sudah diatur posisinya dan hubunganya oleh sebuah pola grid. Kekuatan organisasi grid terbentuk karena keteraturan dan keutuhan pola grid tersebut.















5. Organisasi Cluster Organisasi cluster menggunakan cara perletakan sebagai dasar untuk menghubungkan ruang-ruang tersebut sehingga terlihat sebuah kesatuan.